Lahir di kota Jakarta tahun 1989, tepatnya pada tanggal 8 september dengan dianugerahi nama Adi Kurniawan. Seorang anak laki-laki pertama dari pasangan Amat Sahro dan Tuginem. Terdengar tak biasa memang nama mereka, tak seperti nama-nama orang kota pada umumnya.
Ayah dan Ibu Saya adalah perantau dari desa. Ayah Saya merantau sejak lulus STM ke jakarta dengan modal seadanya, berharap bisa mencari pekerjaan yang layak di Ibukota. Ia sempat menumpang di tempat sanak saudara sebelum akhirnya memutuskan untuk menyewa kontrakan setelah mendapat pekerjaan. Berbagai pekerjaan dijalaninya, dan berkat kerja kerasnya keluarga kami bisa bertahan di kota besar sampai sekarang ini.
Belum genap Saya berumur dua tahun, Ayah Saya mendapat kesempatan untuk ikut serta dalam pelatihan kerja ke Jepang dari tempat Ia bekerja, National –Gobel (sekarang Panasonic) selama beberapa bulan. Ia terpaksa harus meninggalkan Saya dan Ibu Saya di kontrakan kecil kami. Banyak kejadian penting saat Ia berada disana, dan paling Saya ingat dari cerita Ibu Saya adalah saat Saya jatuh sakit dan tak sanggup untuk pergi ke dokter. Saat itu keadaan ekonomi kami memang sedang berada di bawah, namun beruntung kami tinggal di lingkungan dengan solidaritas yang tinggi dan akhirnya ada seorang tetangga yang berbaik hati membawa Saya ke dokter.
Beruntung Saya sempat mengenyam asyiknya taman kanak-kanak di TK Harapan Bunda. Namun tak seperti anak lain, Saya sudah mampu membaca sebelum masuk TK walaupun masih belum fasih. Disini juga Saya mendapatkan adik pertama Saya yang kebetulan berjenis kelamin laki-laki.
Di umur 6 tahun, keluarga memutuskan untuk pindah dan mencoba untuk mengangsur rumah. Kami tinggal di BTN (bayar tapi ngutang) yang beralamat di Puri Nirwana 1 Cibinong. Letaknya strategis dan jalan aksesnya sangat mudah.
Disini Saya bersekolah di SDN Kopi Jaya, sekolah biasa yang dianggap remeh karena memang kondisinya yang kurang baik. Anak-anak lain yang lebih mampu, kebanyakan lebih memilih menghindari sekolah ini dan lebih memilih sekolah lain dengan bayaran yang aneh-aneh. Tapi tak banyak yang tahu kalau ternyata sekolah ini memiliki guru-guru yang luar biasa. Berkat mereka Saya bisa mendapatkan prestasi belajar yang memuaskan dan tidak pernah mendapatkan peringkat tiga. Tapi Saya yakin semua anak bisa seperti Saya jika setiap malam diharuskan belajar dengan bimbingan seorang Ibu yang sabar.
Enam tahun disana, Saya lulus dengan nilai akhir yang cukup baik. Cukup untuk bekal masuk ke SMP negeri 1 Cibinong yang notabene berkualitas baik di daerah itu dengan uang pendidikan yang lebih murah. Disini Saya mulai kehilangan prestasi belajar karena Ibu Saya sudah tidak mampu mendampingi Saya saat belajar dirumah. Mau tidak mau Saya harus berusaha belajar sendiri. Hasilnya tak buruk, Saya tetap berada di kelas dengan teman-teman yang cerdas di setiap tahun. Dengan berbagai upaya untuk mengejar ketertinggalan, Saya berhasil mendapatkan kelulusan dengan nilai yang memuaskan.
Kemudian Saya melanjutkan pendidikan di SMA negeri 1 Cibinong yang letaknya bersebelahan dengan SMP Saya. Saya memilih SMA ini karena dekat seperti SMP Saya, sehingga bisa menghemat pengeluaran. Selain itu, kualitas pendidikannya juga termasuk sangat baik terlebih setelah pergantian kepala sekolah di tahun kedua Saya disana. Walaupun singkat, tapi banyak pengalaman berbeda yang Saya dapatkan di masa SMA. Disana Saya banyak mendapatkan sahabat-sahabat yang luar biasa. Tak hanya itu, di masa SMA ini pula orang tua Saya mendapatkan anak perempuan yang telah lama dinanti-nanti.
Tahun demi tahun berlalu, masa SMA mulai berakhir dan Saya pun menginginkan untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Awalnya Saya ragu bisa melanjutkan ke perguruan tinggi karena masalah ekonomi. Tapi orang tua percaya dengan kemampuan Saya dan mereka ingin agar anaknya bisa memiliki pendidikan yang lebih tinggi dari yang sempat mereka dapatkan dengan harapan Saya bisa membantu adik-adik Saya nantinya.
Orang tua menginginkan Saya untuk masuk ke perguruan tinggi negeri dengan jurusan teknik mesin atau ke sekolah tinggi ikatan dinas seperti STAN agar biayanya lebih ringan. Tapi mereka bisa mengerti kalau ternyata Saya memiliki minat lain.
Saya mencoba mengikuti SPMB dan memilih PTN seperti Ilmu Komputer IPB namun tidak berhasil. IPB justru mengundang Saya untuk masuk ke D3 jurusan Industri Benih, tetapi tidak Saya ambil. Sempat Saya mencoba mengikuti PMDK ke Universitas Diponegoro dengan jurusan Arsitektur yang memang cita-cita Saya sejak kecil. Sama seperti IPB, Saya ditolak dengan undangan untuk masuk ke jurusan lain yaitu Teknik Perkapalan Strata 1. Waktu itu Saya sangat ingin mengambil kesempatan itu, tetapi Ibu berfikiran lain. Kegagalan yang sama juga terjadi saat Saya mencoba mengikuti tes saringan masuk STAN.
Apa daya tak bisa memenuhi keinginan orang tua untuk melanjutkan ke PTN. Akhirnya Saya memilih alternatif lain di Universitas Gunadarma (UG) dengan mengambil jurusan Sistem Informasi.
Pilihan ini didasarkan pada hobi Saya bermain game PC saat SMA. Namun setelah menjadi mahasiswa Gunadarma, Saya baru menyadari betapa luasnya dunia teknologi informasi itu. Bukan hanya sekedar game tetapi juga pemrograman, aplikasi, internet, dan lain sebagainya. Ternyata butuh penalaran logis yang kuat serta teknik eksak yang mumpuni. Pengetahuan Saya tentang komputer saat pertama masuk ke UG sangat minim. Oleh karena itu Saya terus belajar dan belajar walaupun sangat sering merasa jenuh. Tetapi sikap dan kemampuan teman-teman Saya terutama di tingkat dua, selalu memacu Saya untuk terus belajar.
Disini Saya mulai menjumpai berbagai macam karakter yang membuat Saya lebih membuka mata terhadap sisi lain kehidupan. Cara pandang baru dalam melihat detail masalah dan berbagai prinsip hidup yang mungkin tak dapat ditemui ditempat lain. Dan sampai saat ini Saya masih tetap terus belajar untuk menjadi lebih baik untuk menjadi pribadi yang rendah hati seperti sahabat-sahabat Saya yang luar biasa.
No comments:
Post a Comment